Berita tentang sempritan Ketua BEM UI kepada Jokowi hingga saat ini masih ramai sekali diperbincangkan di Jagt medsos, salah satunya oleh pegiat medsos Ahmad Zainul Muttaqin dalam akun facebooknya memberikan kritikan pedas kepada Ketua BEM UI dan CEO AMI Foundation, berikut tulisannya:
Zaadit Taqwa dipuja-puja, dijadikan contoh mahasiswa masa kini oleh kaum oposisi atas keberanian (baca: kenekadan-nya) berdiri mengacungkan kartu kuning di ujung pidato Presiden di Kampusnya.
CEO AMI Foundation Azzam M Izzulhaq lantas memujinya setinggi langit menyebutnya sebagai mahasiswa pejuang, calon pemimpin bangsa dan negara, lalu secepat kilat menawarinya undangan beribadah umroh sebagai apresiasi kepada pemuda pemberani pengkartu kuning Presiden yang meneriakkan solidaritas kekurangan gizi rakyat di Asmat meskipun tubuhnya sendiri tambun kelebihan gizi.
Hanya berdiri, menyemprit, mengkartu kuning Presiden tanpa sepatah kata lalu beritanya viral dimana-mana, ia dipuja bak pahlawan dan mendapat hadiah umroh gratis oleh sesama pembenci Presiden. Kalau boleh saya hanya ingin tanya pada pak Azzam, apa anda tidak tahu disaat Ketua BEM Universitas terkenal di Depok ini baru berlagak menyemprot Presiden soal Asmat, UGM sudah mengirim dua gelombang Disaster Response Unit (Deru) sejak 24 Januari lalu untuk membantu penanganan gizi buruk di Kab. Asmat tanpa pakai pamer. Adakah di antara mereka yang ingin anda umrohkan pak? Saya rasa mereka lebih pantas untuk dihadiahi umroh karena kerja senyap mereka jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat Asmat daripada aksi cari sensasi di kampus ala Ketua BEM.
Sudahkah anda dengar berita Universitas Hasanuddin Makassar yang memberangkatkan 19 orang tim tanggap darurat ke Kabupaten Asmat yang terdiri dari dokter senior dengan berbagai bidang (gizi, penyakit dalam, obgyn, gigi), perawat, serta 6 orang profesor dari berbagai bidang ilmu. Apa mereka pakai koar-koar? Tidak! Mereka sibuk berbuat tanpa mencari kambing hitam. Mereka sadar menyalakan lilin lebih penting daripada sibuk mengutuk gelap. Ya, meskipun mengutuk gelap itu lebih mendatangkan sensasi dan pujian daripada yang langsung berangkat ke Asmat dalam senyap.
Jadi pak, apa ada di antara mereka yang hendak anda umrohkan? Ahh saya lupa, tawaran umroh itu kan bukan karena si pemuda berani menyuarakan solidaritas gizi buruk di Kab. Asmat, tapi karena ia berani ‘mempermalukan’ Jokowi di depan umum. Inilah negaraku. Negeri dimana sensasi lebih dipuja daripada kerja dan kerja. Ahh lagipula saya yakin para pejuang UGM dan Unhas itu juga masih terlalu sibuk membantu masyarakat Asmat sehingga belum terpikir untuk umroh.
Btw, meskipun aksi Zaadit mendatangkan banyak pujian, tawaran umroh, bahkan tawaran beasiswa ke luar negeri, hanya satu yang menawarkan tawaran sesuai apa yang disuarakan pemuda ini. Ya, Jokowi menawarkan untuk mengirimnya dan teman-teman BEM-nya ke Asmat.
Dari semua reward dan sensasi, hanya ini tawaran paling realistis. Jokowi seakan ingin berkata, dek pertanggungjawabkan apa yang kalian kritik, lihat sendiri situasi di lapangan dan apa yang sudah pemerintah lakukan beberapa tahun belakangan untuk membuka akses geografis di Kabupaten Asmat. Negeri ini butuh pemuda pencari solusi bukan pemuda pemaki-maki.
Memang benar ajakan Jokowi, jika anda menyuarakan tentang Asmat maka pergilah ke Asmat. Jangan bak pahlawan kesiangan menyuarakan gizi buruk rakyat Asmat tapi perginya malah ke Saudi untuk umroh, ga nyambung kan!
Selamat bekerja Zaadit dkk! Biar kalian tahu bahwa kerja itu tak semudah bicara, kritik, adu debat dan sok vokal di forum-forum kampus. Kerja, kerja, dan kerja! Jangan lupa selesaikan dulu tugas mata kuliahmu yang terlantar sebelum komentari orang lain. Kasihani orangtuamu ya dek. Kuliah itu ga murah, apalagi di UI. Oke ya dedek!
(ARN)
Share :